Selasa, 16 Februari 2016

PSYCHO-PASS Zero / Namae no Nai Kaibutsu



Bersetting tiga tahun sebelum Akane Tsunemori (tokoh utama di series) bergabung ke Divisi 1.
Kougami Shinya kerap dipusingkan oleh Sasayama Mitsuru, Enforcer bawahannya. Sasayama tidak membenci Kougami, tapi seringkali mereka cekcok karena Kougami terlalu 'polos', sedangkan Sasayama telah terbiasa merasakan dan melihat kegelapan hati manusia.

Suatu hari, Sasayama bertemu seorang gadis berkeliaran di distrik Oushima, yang dikenal sebagai wilayah tak bertuan dan rawan kejahatan. Touko, gadis itu tengah mengejar (baca; stalking) guru sekolahnya, Touma Kozaburo, yang diam-diam ditaksirnya. Sasayama yang baru saja kehilangan adik perempuan merasakan kemiripan Touko dengan adiknya, sehingga tak bisa membiarkannya.

Dalam pertemuan kedua mereka, kembali di distrik Oushima, keduanya menjadi cukup akrab. Terutama setelah Sasayama memuji dan mengajarkan Touko cara memotret yang benar.
Sementara itu, kota tengah dihantui kasus pembunuhan sadis dimana mayat korban dijadikan spesimen dan dipajang di tempat umum. Divisi 1 tidak dapat jatah, tapi Sasayama yang mencurigai Touma - dan mencemaskan Touko karenanya berusaha menyelidiki kasus tersebut diam-diam.

Walaupun bukan ditulis oleh Fukami Makoto, novel ini tidak kalah menarik dengan seri utamanya. Bahkan saya bilang, Namae no Nai Kaibutsu ini lebih unggul karena menampilkan kekerasan yang tidak ditutup-tutupi sewaktu Touma membunuh korban ketiganya dengan menggunakan bolpoin.

Dan tentu saja, bagian favorit saya; serpis kipas angin yang menampilkan Yayoi di ruang kerja Shion.

Kalaupun ada keluhan, hanyalah ending yang sangat pahit, tapi bisa saya terima karena tidak terkesan 'kejar setoran'. Bagaimanapun, akhir itu sesuatu yang sudah pasti, sepasti nasib para Gold Saint di Saint Seiya Lost Canvas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar